BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2.1 BULOG
Agoes & Ardana (2009: 93-94) menjelaskan sebuah
kasus terkait dengan implementasi Pancasila sebagai sumber etika bisnis
mengenai Bulog, yang merupakan singkatan dari Badan Urusan Logistik lahir pada
era Orde Baru di masa pemerintahan Soeharto. Ide awal pembentukan lembaga
tersebut sebenarnya sangat mulia.
Fungsi utama yang dibebankan pemerintah kepada Bulog
adalah mengatur pengadaan dan distribusi barang-barang yang menjadi kebutuhan
pokok rakyat, terutama beras.
Ada
tiga tujuan pokok yang sekaligus ingin dicapai oleh pemerintah melalui Bulog
yaitu:
1. Pembelian
gabah dari para petani dengan harga yang pantas sehingga petani tidak dirugikan
saat memasuki masa panen.
2. Menyalurkan
kelebihan produksi beras dari petani ke daerah-daerah yang masih mengalami
defisit produksi beras.
3. Melakukan
impor beras dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya bila diperlukan, mislanya
pada saat paceklik, dan menyalurkan kepada masyarakat melalui operasi pasar.
Mengingat pola produksi hasil pertanian (terutama beras)
bersifat musiman, sering kali para petani dirugikan oleh jatuhnya harga gabah
sampai tingkat yang sangat tidak wajar pada saat menjelang panen raya. Jatuhnya
harga tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu persediaan yang mendadak besat
saat panen menyebabkan harga gabah turun atau karena ada permainan dari para
tengkulak bermodal besar yang mampu mempermainkan harga sehingga petani sebagai
produsen beras selalu saja dirugikan.
Mengingat sebagian besar makanan pokok rakyat Indonesia
adalah beras, maka untuk memotivasi para petani sekaligus untuk mencanangkan
swasembada beras, pemerintah melalui Bulog diinstriksikan untuk membeli semua
gabah petani saat panen raya dengan harga yang pantas sehingga penghasilan
petani dapat tercukupi untuk hidup layak.
Sementara itu, untuk menekan harga beras di
daerah-daerah defisit beras, Bulog akan menyalurkan beras yang dibeli dari
petani di daerah surplus beras ke daerah defisit dengan patokan harga yang
tidak terlalu tinggi sehingga rakyat di daerah-daerah deficit mampu membeli
beras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kurun waktu yang cukup lama,
Bulog mampu menjalankan fungsi tersebut sehingga hasilnya dapat dirasakan.
Dengan adanya Bulog,
Indonesia
sempat menjadi negara swasembada beras dan bahkan sempat menjadi negara
produsen pengekspor beras. Selain itu, stok dan harga beras jugarelatif stabil.
Dengan keberhasilan dalam menjalankan fungsi pokok tersebut, petani beras masih
dapat menikmati keuntungan dari hasil produksinya, sementara rakyat Indonesia
selaku konsumen tidak dirugikan.
Namun belakangan ini fungsi Bulog mulai melenceng dan
perannya bukan saja tidak lagi dirasakan oleh rakyat, tetapi justru merugikan
rakyat. Beberapa fakta yang dapat disebutkan antara lain:
1. Perubahan
bentuk hukum Bulog dari lembaga pemerintahan yang murni bersifat social menjadi
Perusahaan Umum (Perum), yang tentunya sebagai perusahaan terdapat target
keuntungan yang harus dicapai.
2. Terjadinya
berbagai kasus korupsi dan penyalahgunaan fungsi Bulog yang dilakukan oleh
oknum pejabat tinggi di Bulog, termasuk oleh para mantan Ketua Bulog (kasus
Beddu Amang, Rahardi Ramelan, dan Widjanarko Puspoyo) yang kasusnya telah dan
sedang digelar di pengadilan.
3. Fungsi Bulog
mulai bergeser dari fungsi awalnya sebagai pengendali stok dan harga beras,
padahal masalah beras berkaitan dengan kehidupan para petani dan konsumen yang
sebagian besat tergolong penduduk berpenghasilan menengah ke bawah. Bulog kini
lebih berorientasi mencari keuntungan, misalnya dengan mengimpor daging mahal
dari luar negeri yang sebenarnya daging tersebut lebih berkaitan dengan
masyarakat golongan kaya.
Akibatnya sudah dapat dirasakan saat ini. Oknum pejabat
dan kroninya kaya raya dari hasil korupsi, sementara negara kembali menjadi
pengimpor beras terbesar. Ketahanan pangan juga menjadi rentan karena petani
tidak lagi bergairah untuk memproduksi padi akibat ulah oknum pejabat Bulog
yang sering menolak untuk membeli gabah petani.
Kalaupun Bulog bersedia membeli gabah petani, Bulog
membelinya dengan harga yang tidak lagi menguntungkan para petani. Maka tidak
heran bila saat ini harga beras terus bergerak naik tak terkendali sehingga
sebagian besar rakyat tidak mampu lagi membeli beras.
2.2
Bulog
Sebagai Wujud Implementasi Sistem Ekonomi Pencasila
Berdasarkan contoh kasus pada sub bab sebelumnya, dapat
diketahui bahwa terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis yang tidak sesuai
dengan implementasi Pancasila. Berikut adalah penjabarannya:
1. Implementasi
sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Pada beberapa kasus yang terjadi di Bulog seperti kasus
korupsi, hal tersebut tentu bertentangan dengan ajaran semua agama yang
mempunyai ajaran moral yang bersumber dari kitab suci masing-masing. Tidak ada
ajaran agama yang memperbolehkan umatnya untuk melakukan korupsi, sehingga sila
pertama Pancasila tidak diimplementasikan pada praktik etika bisnis dan profesi
Bulog.
2. Implementasi
sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”
Implementasi sila kedua dalam etika bisnis dan profesi
adalah suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan
tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM). Teori ini sebenarnya didasarkan
atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat yang sama. Dalam hal ini, Bulog
telah melanggar implementasi dari sila kedua, terbukti dengan kasus korupsi
Subsidi Pangan Rakyat Miskin yang dilakukan oleh Akbar Tandjung pada tahun 2004
silam.
3. Implementasi
sila ketiga “Persatuan Indonesia”
Apabila Bulog terus melakukan pelanggaran etika dan
tidak dapat memperbaiki kinerjanya, hal tersebut tentu dapat menimbulkan
perpecahan antara pejabat Bulog dengan rakyat kecil. Maka implementasi sila
ketiga dapat terwujud jika Bulog mengutamakan kepentingan rakyat kecil.
4. Implementasi
sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan”
Dalam hidup bermasyarakat diperlukan landasan
kepercayaan antara satu dengan lainnya, dan untuk menanamkan
kepercayaan tersebut diperlukan kejujuran dari semua anggota kelompok. Bila
tidak ada kejujuran sesama anggota kelompok, jangan harap ada kepercayaan di
antara anggota kelompok tersebut, bila tidak ada kepercayaan, maka kelompok
masyarakat tidak akan dapat terbentuk. Maka dari itu Bulog dalam menjalankan
tugasnya, diwajibkan penuh rasa tanggung jawab dan kejujuran. Untuk mendapatkan
kepercayaan dari rakyat Bulog harus bekerja secara bersih tanpa ada korupsi dan
pelanggaran yang lain.
5. Implementasi
sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
Implementasi sila kelima yaitu suatu tindakan dapat dikatakan
baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Meskipun
beberapa pelanggaran kasus Bulog membawa ketidak adilan bagi sebagian rakyat
kecil, namun sejauh ini Bulog juga memberikan manfaat bagi rakyat secara
keseluruhan. Hal ini tercermin dari tugas Bulog dalam penyaluran raskin di
seluruh daerah di Indonesia.
Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang
menonjol, yaitu :
1. Yang
menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad
hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan /
hasil bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara
adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta
yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi
sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni
pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling
mendukung.
3. Masyarakat
adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk
semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau
pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan
antar sesama manusia.
Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal
maupun komando harus dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang
lemah serta mematikan kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus
selalu terus-menerus diawasi pemerintah agar tidak merugikan pihak-pihak yang
berkaitan.
Ciri-ciri sistem ekonomi pancasila, yang sering disebut
pula sebagai demokrasi ekonomi secara garis besar ada empat sebagai berikut:
1.
Peranan negara penting, tetapi tidak dominan maksudnya
agar dapat dicegah timbulnya sistem ekonomi komando.peranan swasta penting
tetapi tidak dominan.maksudnya agar dapat dicegah tumbuhnya sistem
liberal.dalam sistem ekonomi pancasila, usaha negara dan swasta tumbuh
berdampingan secara seimbang.
2.
Sistem ekonomi tidak didominasi oleh modal dan tidak
didominasi buruh.sistem ekonomi didasarkan atas asas kekeluargaan menurut
keakraban hubungan antar manusia.
3.
Masyarakat memegang peranan penting maksudnya produksi
dikerjakan oleh semua dan dibawah pimpinan atau pengawasan anggota-anggota
masyarakat.
4.
Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya. Sistem ekonomi berdasarkan atas sila-sila dalam
pancasila.dalam sistem ekonomi inilah koperasi dikembangkan, sekaligus
berfungsi mengarahkan perkembangan ekonomi Indonesia ke arah sistem ekonomi
pancasila.
Dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan pancasila, harus
dihindarkan ciri-ciri negatif seperti berikut ini :
1.
Sistem ekonomi liberal yang bebas artinya,sistem
ekonomi yang menumbuhkan eksploitasi atau pemerasan terhadap manusia dan bangsa
lain.dalam sejarahnya, sistem ekonomi liberal yang bebas di indonesia telah menimbulkan kelemahan posisi indonesia
dalam ekonomi dunia.
2.
Sistem ekonomi komando artinya negara beserta aparatur
ekonomi negara bersifat dominan, mendesak, dan mematikan potensi serta daya
kreasi unit-unit ekonomi swasta.
3.
Persaingan tidak sehat, serta pemusatan kekuatan
ekonomi pada satu kelompok atau monopoli yang merugikan masyarakat.
2.3
Peran Bulog
Terhadap Sebagian Besar Rakyat Indonesia
Bulog (2010) adalah perusahaan umum milik negara yang
bergerak di bidang logistic pangan. Ruang lingkup bisnis perusahaan meliputi
usaha logistik/pergudangan, survei dan pemberantasan hama, penyediaan karung plastik, usaha
angkutan, perdagangan komoditi pangan dan usaha eceran.
Sebagai perusahaan yang tetap mengemban tugas publik
dari pemerintah, Bulog tetap melakukan kegiatan menjaga Harga Dasar Pembelian
untuk gabah, stabilisasi harga khususnya harga pokok, menyalurkan beras untuk
orang miskin (Raskin) dan pengelolaan stok pangan. Bulog memiliki visi dan misi
sebagai berikut:
Visi:
Terwujudnya perusahaan yang handal dalam pencapaian
ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan.
Misi:
1. Memenuhi
kecukupan pangan pokok secara aman, bermutu, stabil dan terjangkau.
2. Mewujudkan
SDM profesional, jujur, amanah dan menerapkan prinsip-prinsip GCG di bidang
pangan.
Visi dan Misi diatas mendasari fungsi Bulog sebagai
perusahaan Umum yang mengemban tugas sebagai pengendali ketahanan pangan
nasional yang berkelanjutan. Namun pada kenyataannya, Bulog tidak menjalankan
fungsinya sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan. Hal tersebut dikarenakan
Bulog tidak menjalankan etika bisnis dan profesi sesuai fungsinya, berikut
contoh kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Bulog :
1. Korupsi
Impor Sapi Fiktif
Kasus yang terjadi pada tahun 2001 tersebut, menyeret
Direktur Utama Perum Bulog yaitu Widjanarko sebagai tersangka. Handy (2009)
menjelaskan, dalam pengadaan 3.000 ekor sapi, Bulog menunjuk tiga perusahaan
rekanan. Masing-masing PT Karyana Gita Utama, PT Surya Bumi Manunggal dan PT
Lintas Nusa Pratama. Dari tiga perusahaan itu hanya PT Karyana Gita Utama yang
bisa menepati kontrak, yakni mendatangkan 1.000 ekor sapi sebelum Lebaran pada
tahun 2001.
Sedangkan dua perusahaan lainnya terbukti gagal atau
wanprestasi. Dari situlah, Widjanarko kemudian diseret dalam kasus impor sapi
fiktif. Sejumlah dokumen menunjukkan pada 28 November 2001, Kepala Sub Unit
Keuangan Bulog Setiabudi Hidayat dan Kasubdit Verifikasi Bulog Muchlis berkirim
surat ke Bank Bukopin tempat menyimpan uang Bulog, untuk membatalkan transaksi
senilai Rp 11 miliar lebih kepada PT Surya Bumi Manunggal dan PT Lintas Nusa
Pratama karena kedua rekanan Bulog itu ternyata tidak memenuhi persyaratan
kontrak kerja sama.
Namun, dua hari kemudian tepatnya tanggal 30 November
2001, Widjanarko selaku pucuk pimpinan Bulog menganulir surat tersebut. Widjanarko pun meminta Bank
Bukopin segera mencairkan dana pengelolaan sapi potong kepada PT Surya Bumi
Manunggal dan PT Lintas Nusa Pratama.
2. Korupsi
Subsidi Pangan Rakyat Miskin
Kasus ini terjadi pada tahun 1999. Menurut Majalah Trust
(2004), Akbar Tandjung merupakan ketua umum DPP Partai Golkar yang dipercaya
untuk menyalurkan subsidi pangan rakyat miskin di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Hal ini dilakukan karena pada masa itu terjadi kemarau panjang dan sejumlah
orang kekurangan pangan.
Sebagai penyalur subsidi, ditunjuklah Yayasan Raudlatul
Jannah yang terletak di bilangan Jakarta Barat. Penyidikan kemudian
menyimpulkan bahwa daerah-daerah yang dikatakan oleh Akbar dibantu dengan dana
Bulog itu ternyata tak pernah menerima apa pun. Hal ini diperkuat oleh
keterangan Winfred, kontraktor penyalur sembako tersebut.
3. Keterlambatan
Penyaluran Raskin
Barak Banten (2011) mengatakan bahwa, Harga kebutuhan
pokok menjelang Hari Raya Idul Fitri sangat menyulitkan ekonomi Keluarga Miskin
(Gakin) disebagian wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, namun tak membuat
pemangku otoritas bergeming.
Gambaran ketidakpedulian tersebut, terlihat dari
lambannya Perum Bulog Divre Jawa Barat mengalokasikan beras untuk rakyat miskin
(Raskin) kepada masyarakat penerima manfaat. Untuk bulan Agustus lalu,
masyarakat miskin di Desa Gobang seharusnya sudah menerima alokasi beras Raskin
sekitar delapan ton. Sementara di Ciampea sekitar 7,5 ton untuk Agustus.
Seharusnya pada pertengahan bulan Agustus sudah disalurkan.
bahkan seharusnya diberikan untuk dua bulan (Agustus dan September). Tapi untuk
Agustus pun belum disalurkan. Keterlambatan penyaluran beras Raskin, adalah
buntut dari penutupan gudang Subdivre Bulog Dramaga sejak beberapa bulan lalu
akibat kasus internal Bulog.
2.4
Keberadaan
Bulog Di Kehidupan Rakyat Indonesia
Perbincangan soal Bulog Daerah atau “Bulogda”, rupa nya
menjadi semakin mengedepan setelah dalam RUU Pangan muncul semangat untuk
“mereduksi” peran Bulog yang selama ini memiliki peran guna menciptakan
“stabilisasi pangan”, khusus nya beras.
Sejak Bulog didirikan, baik ketika status nya Lembaga
Pemerintah Non Departemen atau pun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti saat
ini, keberadaan Bulog, tentu saja harus mampu tampil sebagai lembaga parastatal,
yang dapat memelihara ketersediaan dan mengamankan cadangan, sekaligus juga
mampu memelihara stabilitas harga.
Dalam RUU Pangan, telah dirancang ada nya peluang bagi
daerah dan para pengusaha / penggilingan padi dalam menjalankan fungsi pengadaan
dan penyaluran berbagai kebutuhan bahan pangan. Dengan semangat otonomi daerah,
gaya-gaya yang sifat nya sentralistik, harus dirubah menjadi desentralistik.
Itulah sebab nya, daerah dituntut untuk mampu melakukan
pengelolaan pangan secara lebih dinamis, mandiri dan profesional. Termasuk di
dalam nya kesiapan dan keseriusan daerah dalam merancang tampil nya “Bulogda”,
yang dalam operasional nya mampu menjadi “prime mover” pembangunan pangan di
daerah, baik dalam memenuhi ketersediaan/cadangan, atau pun dalam menjaga
stabilitas harga dan distribusi nya yang merata.
Secara kelembagaan “Bulogda”, lebih pas jika dikemas
dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang secara khusus bergerak di
bidang pangan. Lebih spesifik nya lagi di beras. Sebagai BUMD, “Bulogda” tentu
tidak terlepas dari peran sosial (Public Service Obligation = PSO) dan peran
bisnis (komersil). Ke dua peran ini mesti nya mampu melekat secara harmoni
dalam sebuah BUMD.
Ke dua peran ini perlu dipersepsikan secara proporsional
dengan mempertimbangkan beragam faktor. Yang keliru selama ini adalah terdapat
kesan bahwa BUMD itu wajar kalau rugi. Padahal dalam konteks kekinian,
paradigma BUMD sudah harus segera berubah.
“Bulogda” memang harus memiliki kekhasan. Kehadiran nya
dalam menopang perekonomian daerah, selayak nya dikaitkan dengan arah kebijakan
daerah yang berbasis pada kearifan lokal daerah masing-masing. Berkaitan dengan
RUU Pangan yang kini masih digodok oleh DPR dan Pemerintah, keberadaan
“Bulogda” diharapkan mampu mengisi kiprah Perum Bulog di daerah, yang karena
pertimbangan tertentu, peran Perum Bulog itu direduksi. Dalam rangka mengisi
peran inilah, “Bulogda” mesti nya berani tampil dengan terobosan-terobosan
cerdas nya.
Peran strategis “Bulogda” antara lain harus mampu
menciptakan pengadaan beras sesuai dengan prognosa yang direncanakan. Langkah
ini penting dijadikan prioritas, karena bila pengadaan nya sesuai dengan yang
dirancang, tentu cadangan pun akan terpenuhi dengan baik, sehingga tidak perlu
tergopoh-gopoh melakukan impor beras.
Kita percaya, jika “Bulogda” mampu kita rancang
sedemikian rupa, sehingga mampu memenuhi “will” dan “need” semua pihak, maka
kehadiran nya tentu bakal memberi dampak yang diinginkan. Hanya kalau saja kita
masih terjerat dalam pola lama, maka “Buogda” pun tentu tidak akan dapat
memberi manfaat yang ideal. Malah bisa saja pendirian “Bulogda” menjadi sebuah
kemubaziran. (Penulis adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat)
·
Keberadaan
Bulog ternyata masih dibutuhkan
Menjadi pertanyaan kini, apakah keberadaan Bulog masih
harus dipertahankan, jika tidak ada lagi
pilar-pilar penopangnya. Pengamat ekonomi Didik J Rachbini menyatakan dengan
tegas, Bulog masih dibutuhkan. Hanya saja, harus dilakukan perubahan paradigma
terhadap lembaga itu.
Jika pada masa lalu Bulog menapakkan kakinya di dua
tempat, yaitu sebagai regulator sekaligus pedagang, maka di masa mendatang,
Bulog seyogyanya hanya sebagai regulator, yaitu menjadi semacam lembaga otoritas
pangan nasional (national food authority), khususnya untuk beras sebagai
komoditi pangan pokok. "Kalau komoditi lain pelan-pelan dilepas ke
pasar," kata Didik.
Hal yang sama disampaikan oleh mantan Menteri Negara
Urusan Pangan (Menpangan) AM Saefuddin. Sesuai UU No 7/1997 pasal 3 ayat c yang
mewajibkan terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan
terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. "Untuk itu, Pemerintah
harus lakukan stabilisasi harga, dan itu fungsinya Bulog," katanya.
Selain itu, dalam UU yang sama pasal 45 juga ditegaskan
adanya kewajiban Pemerintah bersama masyarakat untuk mewujudkan ketahanan pangan.
Sementara pasal 46 menyebutkan, dalam mewujudkan ketahanan pangan, Pemerintah
menyelenggarakan, membina, atau mengkoordinasikan segala upaya untuk mewujudkan
cadangan pangan nasional. Mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah
atau menanggulangi gejala kekurangan pangan, keadaan darurat, dan atau
spekulasi atau manipulasi dalam pengadaan dan peredaran pangan.
Sementara pasal 47 dengan tegas menyatakan, cadangan
pangan nasional bukan hanya pada masyarakat, tetapi juga di tangan Pemerintah.
"Kalau Bulog dibubarkan, siapa yang akan menjalankan amanat UU itu?,"
kata AM Saefuddin.
Seperti di negara-negara lain, tugas utama dari national
food authority, menurut Didik, adalah menentukan dan menjaga berlakunya harga
dasar, menyerap produksi yang tidak terserap pasar saat panen, dan
menyalurkannya pada musim paceklik. Untuk menjalankan fungsi itu, Bulog harus
punya instrumen-instrumen pendukung.
"Tidak bisa kalau instrumennya hanya tarif, seperti
yang diminta Dana Moneter Internasional (IMF) melalui Bappenas. Beras adalah
komoditas yang sangat penting, bahkan menjadi komoditas politik, harus tetap
ada yang menjadi lembaga pengendali," ujar Didik.
Sebagai regulator, Bulog harus dilengkapi instrumen yang
bersifat legal, yaitu kewenangan menetapkan harga dasar dan tarif impor. Kedua,
tersedianya anggaran yang cukup, tidak hanya tergantung pada kredit komersial
murni seperti saat ini. Selain itu, adanya instrumen yang sampai ke
daerah-daerah seperti KUD, gudang dan aparat yang berada di tingkat pelaksanaan
di daerah-daerah.
Kesungguhan APBN menyediakan anggaran untuk operasi
Bulog adalah hal yang tidak bisa ditawar. Sebab, jika hanya tergantung pada
kredit perbankan dengan bunga komersial, Bulog akan terpuruk dan tidak akan sanggup
mengamankan harga. "Beras adalah komoditas yang untungnya sangat
kecil," ungkap Didik.
Kepastian adanya anggaran yang dialokasikan untuk
menjaga harga dasar adalah mutlak. AM Saefuddin berpendapat, itu konsekuensi
dari kebijakan melakukan stabilisasi harga. "Dan, anggaran itu bisa
diambil dari tarif impor yang diperoleh dari beras, gula, dan sebagainya. Atau dari
sumber-sumber lain, namun, yang jelas harus ada kepastian alokasi anggaran bagi
Bulog untuk membayar bunga pinjaman bank," ujarnya.
Free Online Casino UK (2021) | UK Casino Sites and Slots
BalasHapusFree online casino UK (2021) ✓ New players only ✓ 18+ ✓ 카지노사이트luckclub Register now ✓ 20+ ✓ Sign up for a UK casino today Free Play & No Deposit Bonuses | Top UK